Minggu, 17 Januari 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 1974
TENTANG
PENGAWASAN PELAKSANAAN EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI MINYAK DAN GAS BUMI DI DAERAH LEPAS PANTAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
bahwa berhubung meningkatnya perkembangan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi di daerah lepas pantai dewasa ini, dianggap perlu untuk segera mengatur pengawasan pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di daerah lepas pantai dengan suatu Peraturan Pemerintah.

Mengingat:
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
Mijnordonantie (Stbld. 1930 Nomor 38 jis. Nomor 348 dan 380; Stbld. 1935 Nomor 557);
Mijnpolitie Reglement 1930 (Stbld. 1930 Nomor 341);
Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1942);
Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2070);
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1961 tentang Persetujuan atas Tiga Konvensi Jenewa Tahun 1958 Mengenai Hukum Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 276, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2318);
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2971);
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2994).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGAWASAN PELAKSANAAN EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI MINYAK DAN GAS BUMI DI DAERAH LEPAS PANTAI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan:
Eksplorasi:
ialah usaha pertambangan minyak dan gas bumi eksplorasi di daerah lepas pantai;
Eksploitasi:
ialah usaha pertambangan minyak dan gas bumi eksploitasi di daerah lepas pantai;
Daerah lepas pantai:
ialah daerah yang meliputi perairan Indonesia dan landas kontinen Indonesia;
Instalasi pertambangan:
ialah instalasi pertambangan minyak dan gas bumi yang didirikan di daerah lepas pantai untuk melaksanakan usaha pertambangan minyak dan gas bumi;
Sumur:
ialah sumur minyak dan gas bumi di daerah lepas pantai;
Perusahaan.
ialah perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi Negara (PERTAMINA) atau perusahaan yang mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi Negara (PERTAMINA) berdasarkan suatu perjanjian mengenai pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, yang memegang dan bertanggung jawab atas manajemen.
Pengusaha:
ialah Pimpinan Perusahaan;
Menteri:
ialah Menteri yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan minyak dan gas bumi;
Direktur Jenderal:
ialah Direktur Jenderal yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan minyak dan gas bumi;
Direktur:
ialah Direktur yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan minyak dan gas bumi.

Pasal 2
Tata usaha dan pengawasan atas pekerjaan-pekerjaan dan pelaksanaan usaha pertambangan minyak dan gas bumi dipusatkan pada Menteri.
Menteri melimpahkan wewenangnya untuk mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini kepada Direktur Jenderal dan Direktur Jenderal menunjuk Direktur sebagai pelaksananya.
Pelaksanaan tugas dan pekerjaan Direktur sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini dilakukan oleh pejabat-pejabat Direktorat minyak dan gas bumi, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal atas usul Direktur, sebagai inspektur tambang minyak dan gas bumi, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Inspektur.
Inspektur bertanggung jawab atas tugas dan pekerjaannya kepada Direktur.

Pasal 3
Pengusaha diwajibkan menyampaikan kepada Direktur Jenderal rencana kerja tahunan dan anggaran perusahaan yang telah disahkan.
Pengusaha diwajibkan mengajukan kepada Direktur Jenderal rencana operasi pertambangan minyak dan gas bumi yang didasarkan pada rencana kerja tahunan dan anggaran perusahaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum memulai pekerjaannya untuk disetujui.
Hal-hal yang dimaksudkan dengan rencana operasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini akan ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 4
Semua data, contoh, peta dan dokumen lainnya yang diperoleh Pengusaha dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini adalah milik Pemerintah.
Pengusaha wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal semua laporan dan semua data berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 5
Dengan seizin Direktur Jenderal, Pengusaha dapat mengirimkan contoh dan data mengenai wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerjanya keluar negeri untuk keperluan penilaian dan penelitian.

Pasal 6
Pengusaha bertanggung jawab penuh atas ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini termasuk pihak-pihak lain yang bekerja untuknya, dalam wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerjanya.
Dalam hal pengusaha tidak melaksanakan sendiri pekerjaan pertambangan sebagaimana termaksud dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini, pengusaha diwajibkan menunjuk secara tertulis seseorang sebagai penanggung jawab, yang karenanya bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban pengusaha, sesuai dengan surat penunjukannya,.
Penunjukan penanggung jawab sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini, oleh pengusaha wajib diberitahukan kepada Direktur Jenderal untuk disetujui dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum dimulainya sesuatu pekerjaan.

Pasal 7
Setiap akan diadakan penggantian pengusaha dan/atau penanggung jawab, oleh pengusaha, wajib diberitahukan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum dilakukan penggantian tersebut.

Pasal 8
(1) Pengusaha dan/atau penanggung jawab dan/atau setiap orang yang berada dan bekerja pada Perusahaan diwajibkan :
a. memberikan keterangan yang benar mengenai hal-hal yang diperlukan Inspektur;
b. untuk menyertai Inspektur dalam pemeriksaannya, apabila diminta.
(2) Pengusaha diwajibkan menyediakan fasilitas pengangkutan, komunikasi, akomodasi dan fasilitas-fasilitas lainnya, yang diperlukan Inspektur dengan layak, yang dibutuhkan dalam melaksanakan pemeriksaan dan penelitiannya.
(3) Inspektur harus membuat berita acara atas sumpah jabatan mengenai pemeriksaan dan penelitian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini yang kemudian ditandatangani olehnya.

Pasal 9
Pengusaha diwajibkan menyimpan pada tempat yang layak peta yang seksama mengenai wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerjanya di mana digambarkan kegiatan usaha pertambangan dan letak instalasi pertambangan serta dokumen lainnya yang bersangkutan.
Pengusaha diwajibkan menyampaikan masing-masing satu copy daripada peta sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini kepada Direktur Jenderal dan instansi lain yang bersangkutan.

Pasal 10
(1) Inspektur berwenang memasuki semua tempat yang berhubungan dengan tugasnya sebagai termaksud dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini untuk melakukan pemeriksaan dan penelitian atas kewajiban-kewajiban pengusaha antara lain dalam hal-hal sebagai berikut:
a. ditaatinya kebiasaan yang baik dalam teknik pertambangan minyak dan gas bumi yang perincian selanjutnya akan ditetapkan oleh Menteri;
b. dilakukannya pengukuran-pengukuran dengan baik;
c. tidak terjadinya pemborosan minyak dan gas bumi, dan/atau pencemaran;
d. dipergunakan instalasi dan peralatan yang memenuhi syarat keamanan dan keselamatan kerja;
e. dilindunginya para pekerja dari bahaya kerja yang mungkin timbul;
f. dilakukannya tindakan penyelamatan dan pengamanan yang sebaik-baiknya apabila terjadi kecelakaan;
g. dipenuhi syarat hygiene dan kesehatan kerja;
h. ditaatinya segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan tenaga kerja;
i. pelaksanaan rencana operasi pertambangan minyak dan gas bumi.
(2) Apabila dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dipergunakan kapal termasuk kapal yang berbendera asing, maka Nakhoda wajib menjamin bahwa Inspektur dapat melakukan tugasnya pada kapal tersebut untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3) Pemeriksaan dan penelitian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan (2) pasal ini dilakukan pada waktu jam kerja kecuali dalam hal-hal yang khusus dapat dilakukan setiap waktu.

Pasal 11
(1) Dalam melakukan pemeriksaan dan penelitian Inspektur berhak:
a. memeriksa dan mencatat setiap rencana pengusaha yang diwajibkan berdasarkan peraturan Pemerintah ini serta peraturan pelaksanaannya;
b. menyaksikan setiap pengujian yang dilakukan;
c. memberi teguran, peringatan dan ketetapan secara tertulis atau lisan mengenai keadaan yang dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini serta peraturan pelaksanaannya;
d. memperoleh fasilitas pengangkutan, komunikasi, akomodasi dan fasilitas lainnya yang diperlukan.
(2) Inspektur diwajibkan merahasiakan terhadap pihak ketiga segala sesuatu yang diketahuinya atau diperoleh dari pemeriksaan dan atau penelitian, kecuali:
a. kepada instansi Pemerintah yang berwenang yang mempunyai hubungan dengan pemeriksaan dan atau penelitian tersebut;
b. seizin Pengusaha.

Pasal 12
Menteri dengan persetujuan Menteri lain yang bersangkutan menetapkan batas-batas:
Daerah terlarang, di mana orang, kapal, pesawat terbang dan lain-lain sejenisnya yang tidak berkepentingan dilarang memasukinya;
Daerah terbatas, di mana kapal-kapal pihak ketiga yang tidak berkepentingan dilarang membuang atau membongkar sauh.

Pasal 13
(1) Kecuali dengan izin Menteri bersama dengan Menteri lain yang bersangkutan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi tidak dapat dilakukan di tempat-tempat sebagai berikut:
a. daerah atau pangkalan pertahanan, alur keluar masuknya pesawat terbang, alur pelayaran, instalasi pelayaran, pelabuhan, menara suar, rambu suar, dan instalasi lain yang bersifat permanen di atas atau di bawah permukaan air;
b. tempat keagamaan, atau tempat suci, kuburan, peninggalan jaman kuno yang penting, daerah suaka alam atau daerah yang secara resmi dinyatakan sebagai daerah pariwisata;
c. di tempat yang jaraknya kurang dari 250 (dua ratus lima puluh) meter dari batas wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerja atau apabila berbatasan dengan negara lain, dengan jarak yang akan ditentukan dalam perjanjian antara Negara Republik Indonesia dengan negara lain, yang bersangkutan;
d. secara umum diketahui sebagai tempat peneluran ikan, batu karang, mutiara, koral;
e. instalasi di bawah permukaan air antara lain pipa penyalur, kabel, dermaga laut, setiap jenis pondamen, perangkap ikan yang sudah ada sebelum dimulainya usaha pertambangan tersebut;
f. tempat penyelidikan ilmiah.
(2) Hal-hal yang bersangkutan dengan pemberian izin sebagai mana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut oleh Menteri bersama dengan Menteri lain yang bersangkutan.

Pasal 14
Pengusaha dilarang mengakibatkan terjadinya pencemaran pada air laut, air sungai, pantai dan udara dengan minyak mentah atau hasil pengolahannya, gas yang merusak, zat yang mengandung racun, bahan radio aktif, barang yang tidak terpakai lagi serta barang kelebihan dan lain-lain.
Apabila terjadi pencemaran, Pengusaha diwajibkan untuk menanggulanginya.

Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai keamanan dan keselamatan kerja dan segala sesuatu yang bersangkutan akan ditetapkan tersendiri dengan suatu Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
Ketentuan mengenai perhubungan terutama mengenai perhubungan laut dan segala sesuatunya yang bersangkutan akan ditetapkan tersendiri dengan suatu Peraturan Pemerintah.

BAB II
INSTALASI PERTAMBANGAN

Pasal 17
Setiap akan mendirikan suatu instalasi pertambangan didaerah lepas pantai, pengusaha diwajibkan memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelumnya kepada direktur Jenderal dengan menjelaskan hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 18
Dalam mendirikan instalasi pertambangan harus dilakukan tindakan-tindakan sedemikian rupa sehingga:
dapat menjamin keamanan pekerja;
dapat menjamin keamanan pelayaran;
dapat mencegah kemungkinan rusaknya kabel atau pipa penyalur dibawah permukaan air;
dapat dicegah kemungkinan pelongsoran, penggeseran, dan penghanyutan instalasi pertambangan.

Pasal 19
Instalasi pertambangan harus didirikan sedemikian rupa sehingga aman terhadap kekuatan angin, gelombang dan arus laut yang mungkin timbul.

Pasal 20
Helikopter atau pesawat terbang lainnya hanya boleh mendarat pada atau naik dari suatu instalasi pertambangan apabila pada instalasi pertambangan tersebut telah dibangun geladak khusus untuk keperluan tersebut.
Penggunaan geladak sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus seizin Direktur Jenderal dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara.

Pasal 21
(1) Suatu instalasi pertambangan yang tidak dipakai lagi harus dibongkar seluruhnya dalam jangka waktu yang ditetapkan Direktur Jenderal, dengan melakukan tindakan-tindakan yang layak untuk menjamin keamanan pekerjaan dan alur pelayaran.
(2) Pengusaha diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum dilakukannya pembongkaran instalasi pertambangan dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
a. letak tempat di mana instalasi pertambangan ditempatkan dinyatakan dalam koordinat geografis;
b. tanggal dimulainya pekerjaan pembongkaran termaksud.
(3) Pengusaha diwajibkan melaporkan penyelesaian pembongkaran dengan mencantumkan hal-hal yang telah dibongkar dan hal-hal yang tidak dapat dibongkar, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah selesai pekerjaan tersebut.

BAB III
PIPA PENYALUR

Pasal 22
Apabila untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi akan dipasang pipa penyalur, maka pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelumnya kepada Direktur Jenderal dengan menjelaskan hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Pada pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus dilampirkan peta yang menggambarkan dengan jelas letak trayek pipa penyalur yang akan dipasang.

Pasal 23
Pemasangan pipa penyalur untuk eksplorasi atau eksploitasi minyak dan gas bumi harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga:
dapat menjamin keamanan alur pelayaran dan pekerja.
dapat dicegah pengkaratan (korosi) dan erosi terhadap pipa penyalur
tidak menimbulkan kerusakan terhadap kabel, pipa penyalur di bawah laut yang telah ada;
tidak mengakibatkan pencemaran sebagaimana dimaksudkan pada pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 24
Apabila terdapat kebocoran atau kerusakan lainnya pada pipa penyalur yang dipasang untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, Pengusaha harus segera melakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

BAB IV
PENYELIDIKAN GEOLOGIS DAN PENYELIDIKAN DASAR LAINNYA

Pasal 25
Pengusaha diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelumnya kepada Direktur Jenderal, sebelum mulai dilakukan penyelidikan geologis dan/atau penyelidikan dasar lainnya, dengan disertai penjelasan mengenai hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Setelah selesai penyelidikan tersebut, Pengusaha diwajibkan memberitahukan dengan segera kepada Direktur Jenderal.

Pasal 26
Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan termaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini, Pengusaha diwajibkan memberikan laporan tertulis kepada Direktur Jenderal mengenai hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 27
Pengusaha diwajibkan menyimpan di Indonesia 1 (satu) perangkat contoh dari benda-benda atau hal-hal lainnya yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Direktur Jenderal berwenang melakukan pemeriksaan atas contoh yang dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini, dan apabila diminta olehnya, pengusaha diwajibkan menyerahkannya.

BAB V
PENYELIDIKAN GEOFISIKA DAN PENYELIDIKAN LAINNYA

Pasal 28
Pengusaha diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu secara tertulis kepada Direktur Jenderal, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum dimulainya penyelidikan geofisika di laut atau penyelidikan dari udara disertai penjelasan mengenai hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 29
Kapal yang dipergunakan untuk penyelidikan geofisika atau penyelidikan lainnya harus diperlengkapi sesuai dengan peraturan pelayanan yang berlaku terutama dengan radar, echo sounder dan sonar yang selalu harus terawat baik dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Pesawat udara yang dipergunakan untuk penyelidikan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus diperlengkapi sesuai dengan peraturan penerbangan yang berlaku terutama dengan alat penentuan posisi yang selalu harus baik dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Pasal 30
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal selesainya setiap penyelidikan geofisika atau penyelidikan lainnya, pengusaha diwajibkan memberikan laporan kepada Direktur Jenderal, mengenai hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 31
Dalam hal dilakukan penyelidikan jangka panjang yang melebihi 8 (delapan) bulan, pengusaha diwajibkan memberikan laporan sementara setiap 4 (empat) bulan sekali, mengenai hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Apabila jangka waktu antara dilakukannya suatu penyelidikan geologis atau penyelidikan dasar lainnya dan penyelidikan geofisika yang termasuk dalam rencana operasi itu sangat, laporan-laporannya dapat digabungkan dan disampaikan sekaligus.

Pasal 32
Pengusaha diwajibkan menyimpan di Indonesia sekurang-kurangnya 1 (satu) salinan daripada data pokok hasil penyelidikan yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Direktur Jenderal berwenang melakukan pemeriksaan atas data pokok dan apabila diminta olehnya pengusaha diwajibkan menyerahkannya.

Pasal 33
Hanya dengan Izin Direktur Jenderal, Pengusaha dapat mengirimkan pita magnetik keluar negeri dengan maksud untuk diolah atau dipelajari.
Pita magnetik tersebut dalam ayat (1) pasal ini harus dikembalikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pengirimannya keluar negeri, beserta dengan laporan hasil pengolahannya.

Pasal 34
Apabila penyelidikan geologis termaksud dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah ini segera diikuti oleh penyelidikan geofisika atau penyelidikan dasar lainnya, laporan termaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah ini dapat digabungkan dan jangka waktu yang berlaku adalah jangka waktu yang ditentukan untuk laporan penyelidikan yang disebut terakhir.
Pengusaha yang melakukan hal sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini terlebih dahulu diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal.
Setelah selesainya penyelidikan tersebut pada ayat (1) pasal ini, Pengusaha diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan.

BAB VI
BAHAN PELEDAK

Pasal 35
Dilarang melakukan penyelidikan geofisika atau penyelidikan lainnya dengan menggunakan bahan peledak dalam jangka waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit.
Apabila dipergunakan bahan peledak pada penyelidikan geofisika atau penyelidikan lainnya, maka harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi pekerja.
Penggunaan dan penyimpanan bahan peledak pada pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi harus memenuhi ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
PEMBORAN EKSPLORASI, PEMBORAN PENGEMBANGAN DAN PEMBORAN PENILAIAN

Pasal 36
Pada suatu pemboran harus dilakukan tindakan-tindakan yang layak untuk mencegah:
terbuangnya minyak dan gas bumi dengan sia-sia;
masuknya cairan atau gas ke dalam formasi geologis yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pertambangan minyak dan gas bumi.

Pasal 37
Pengusaha diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum dilakukannya pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan sumur penilaian.
Pengusaha dilarang memindahkan instalasi pertambangan ke suatu lokasi untuk pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan sumur penilaian tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal.
Pemberitahuan pemindahan instalasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini harus diajukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum dilakukannya pemindahan instalasi pertambangan yang bersangkutan.
Pemberitahuan tersebut dapat dimintakan untuk satu sumur atau dalam bentuk rencana pemboran disertai penjelasan mengenai jumlah sumur dan lokasi alternatifnya.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (3) pasal ini harus memuat keterangan-keterangan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 38
Pengusaha diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal segera setelah dimulainya pemboran.
Pengusaha diwajibkan segera memberitahukan kepada Direktur Jenderal, apabila lokasi yang mulai dibor berbeda dengan lokasi yang semula diberitahukan disertai alasan-alasan diadakannya penyimpangan tersebut dalam batas-batas rencana operasi yang telah disetujui.

Pasal 39
Selambat-lambatnya pada tanggal 15 (lima belas.) setiap bulan, pengusaha diwajibkan melaporkan secara singkat kepada Direktur Jenderal mengenai kemajuan dalam pekerjaan pemboran yang dilakukan pada bulan sebelumnya.
Hal-hal yang dimuat dalam laporan tersebut akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Pengusaha diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal apabila akan melakukan pengujian produksi yang pertama, agar Inspektur dapat menyaksikan pengujian tersebut.
Apabila dalam melaksanakan suatu rencana Pengusaha bermaksud akan membor suatu sumur lebih dalam, diwajibkan segera memberitahukan dengan disertai penjelasan secara terperinci kepada Direktur Jenderal.
Apabila diminta, Pengusaha diwajibkan menyampaikan keterangan yang diperlukan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 40
Pengusaha diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal, sebelum melakukan penangguhan suatu sumur dan pemindahan instalasi pertambangan yang bersangkutan dalam batas-batas rencana operasi yang disetujui.
Dalam keadaan darurat Pengusaha dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini dan selanjutnya diwajibkan segera melaporkan kepada Direktur Jenderal disertai alasan-alasannya.

Pasal 41
Pengusaha dilarang meninggalkan sumur baik untuk sementara maupun untuk seterusnya, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus memuat keterangan mengenai setiap tanda hidrokarbon, lapisan yang mengandung air dan lapisan yang berlubang-lubang yang ditemukan, disertai pengujian dan pencatatan yang telah atau sedang dilakukan.
Apabila hendak meninggalkan sumur, Pengusaha diwajibkan menaati cara dan kebijaksanaan yang baik dalam teknik pertambangan minyak dan gas bumi yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri dengan berkonsultasi dengan Menteri lain yang bersangkutan.
Pengusaha dilarang meninggalkan sumur sebelum melakukan tindakan-tindakan yang layak untuk mencegah timbulnya kecelakaan pelayaran.
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung mulai saat sumur ditinggalkan, Pengusaha diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal mengenai telah dilaksanakannya semua pekerjaan yang berhubungan dengan hal tersebut.

Pasal 42
Pengusaha diwajibkan membuat dan menyusun catatan-catatan harian dengan baik dalam buku harian mengenai pemboran yang dilakukan pada instalasi pertambangan selama berlangsungnya pemboran serta menyimpan buku tersebut dengan baik.
Buku harian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini setiap waktu harus dapat diperlihatkan untuk diperiksa oleh lnspektur.
Bentuk buku harian ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 43
Pengusaha diwajibkan menyimpan di Indonesia 1 (satu) perangkat daripada semua contoh yang diambil dari sumur termasuk contoh inti bantuan, benda cair dan gas yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Contoh dari benda sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini masing-masing harus diberi tanda yang menunjukkan pada laporan sumur yang bersangkutan.
Direktur Jenderal berwenang melakukan pemeriksaan atas contoh-contoh tersebut dan apabila diminta olehnya, Pengusaha diwajibkan menyerahkannya.
Pengusaha diwajibkan untuk segera melaporkan kepada Direktur, Jenderal mengenai setiap tanda adanya hidrokarbon.

Pasal 44
Pengusaha diwajibkan mencegah terjadinya penyimpangan arah pemboran yang tidak dikehendaki dan lubang yang berliku-liku.
Apabila direncanakan pemboran lebih dari satu sumur pengembangan atau sumur penilaian yang dilakukan dari satu instalasi pertambangan, Pengusaha diwajibkan menyatakannya dalam pemberitahuan yang memuat diagram tentang ke dalam yang diperkirakan dari setiap sumur terhadap permukaan air.

Pasal 45
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai saat penyelesaian sumur atau ditinggalkannya sumur termasuk sumur injeksi. Pengusaha diwajibkan melaporkan kepada Direktur Jenderal mengenai hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 46
Pembakaran minyak mentah serta hasil pengolahannya, sampah dan barang yang tidak terpakai lagi harus dilakukan pada alat yang khusus dibuat untuk keperluan itu atau di kapal atau tongkang khusus, di pantai atau di tempat lainnya menurut peraturan yang berlaku dengan jarak yang cukup aman dari tempat suatu kegiatan tanpa merugikan pihak lain, sedangkan gas bumi harus dibakar.
Untuk daerah tertentu Direktur Jenderal dapat menetapkan bahwa selain dari jumlah yang dapat dibakar habis, segala sesuatu yang akan dibuang harus diangkut atau dibakar atau dibuang dengan cara yang akan ditentukan oleh Direktur Jenderal.

BAB VIII
PRODUKSI, PENIMBUNAN, PEMUATAN DAN KONSERVASI

Pasal 47
Pengusaha diwajibkan melakukan seluruh usaha produksi di daerah operasinya sesuai dengan cara dan kebiasaan yang baik dalam teknik pertambangan minyak dan gas bumi yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 48
Semua alat pengukur dan cara pengukuran tunduk pada pengujian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektur.
Semua alat pengukur yang dipergunakan dalam usaha produksi, kecuali yang khusus dipergunakan oleh pengusaha untuk keperluan pemeriksaan intern, harus dikalibrasikan secara berkala menurut peraturan yang berlaku.
Untuk memberikan kesempatan kepada Inspektur dalam melaksanakan pengujian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan menyaksikan kalibrasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini, pengusaha diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal.
Alat pengukur yang terbukti tidak lagi memenuhi syarat, dilarang untuk dipergunakan selanjutnya dan segera harus diperbaiki atau diganti dengan yang memenuhi syarat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai alat pengukur akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pasal 49
Segera setelah penemuan dan penentuan batas reservoir, Pengusaha wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal, data studi reservoir dan taksir cadangan.

Pasal 50
Pengusaha diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal pada waktu selesainya pembangunan fasilitas produksi termasuk pengumpulan, pemisahan, penimbunan, pemuatan dan pengangkutan sesuai dengan rencana kerja operasi yang telah disetujui.

Pasal 51
Pengusaha diwajibkan menyampaikan kepada Direktur Jenderal laporan bulanan secara teratur tentang produksi yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 52
Pengusaha wajib memberikan kepada Direktur Jenderal keterangan yang terperinci untuk setiap penyelesaian sumur yang menggambarkan formasi produksi potensial yang berbeda-beda.
Pengusaha wajib memberitahukan Direktur Jenderal dengan segera apabila dalam satu sumur hendak berpindah dari satu lapisan yang berproduksi ke lapisan lain.

Pasal 53
Apabila hendak melakukan usaha sekunder daripada suatu reservoir Pengusaha diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal mengenai hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 54
Selama usaha sekunder berlangsung Pengusaha diwajibkan mencantumkan dalam laporan bulanan termaksud dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah ini, perincian mengenai hal-hal sebagai berikut:
jumlah zat yang dihasilkan dan diinjeksikan baik secara bulanan maupun secara kumulatif;
tekanan injeksi dan tekanan reservoir;
saat diambilnya tekanan tersebut pada huruf b di atas disertai catatan mengenai setiap permulaannya.

Pasal 55
Pengusaha diwajibkan mencantumkan dalam laporan bulanan termaksud dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah ini, catatan mengenai setiap kegiatan stimulasi dengan asam atau zat lain yang berguna serta akibatnya terhadap produksi.

Pasal 56
Apabila hendak meninggalkan sumur yang berproduksi, Pengusaha diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus memuat keterangan dan perincian termaksud dalam Pasal 41 ayat (3) Peraturan Pemerintah ini.
Apabila hendak mengadakan perubahan yang berarti mengenai rencana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini atau apabila kondisi reservoir mengalami suatu perubahan, Pengusaha diwajibkan memberitahukan hal tersebut kepada Direktur Jenderal.

BAB IX
DAERAH PERBATASAN

Pasal 57
Pengusaha diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal apabila memperoleh bukti bahwa suatu akumulasi minyak atau gas bumi mungkin meluas melampaui wilayah kuasa pertembangan dan/atau wilayah kerjanya dan memasuki suatu daerah lepas pantai atau daerah daratan yang bukan merupakan wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerjanya pengusaha lain.
Apabila dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini pengusaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal untuk memperluas wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerjanya, maka dalam mempertimbangkan permohonan tersebut Direktur Jenderal akan memberikan prioritas.

Pasal 58
Pengusaha diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal apabila memperoleh bukti bahwa suatu akumulasi minyak atau gas bumi mungkin meluas melampaui wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerjanya dan memasuki suatu daerah lepas pantai atau daerah daratan yang merupakan daerah wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerjanya pengusaha lain.
Tata cara pengusahaan akumulasi tersebut sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 59
Pengusaha diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal apabila memperoleh bukti bahwa suatu akumulasi minyak atau gas bumi mungkin meluas dari wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerjanya melintasi perbatasan internasional; Direktur Jenderal akan mempertimbangkan suatu penyelesaian dalam hal tersebut.

BAB X
WEWENANG PENYIDIKAN

Pasal 60
Kecuali pejabat-pejabat yang pada umumnya diserahi tugas melakukan penyidikan tindak pidana Inspektur berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Inspektur wajib membuat berita acara berdasarkan sumpah jabatannya tentang hasil penyidikan dan meneruskannya kepada Direktur Jenderal cq. Direktur dan kepada Kepala Kejaksaan setempat.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 61
Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) Pengusaha atau penanggung jawab yang melanggar ketentuan Pasal 14 Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 62
Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) Pengusaha atau penanggung jawab yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal 4 ayat (2), Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (2), Pasal 9, Pasal 13 ayat (1), Pasal 17 sampai dengan Pasal 33, Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 35 sampai dengan Pasal 47, Pasal 48 ayat (2) Pasal 49 sampai dengan Pasal 56, Pasal 57 ayat (1), Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 59 Peraturan Pemerintah ini.
Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) Pengusaha atau penanggung jawab atau setiap orang yang berada dan bekerja pada Perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini.
Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) Nakhoda yang dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan Bab I Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 63
Tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 61 Peraturan Pemerintah ini adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 62 Peraturan Pemerintah ini adalah pelanggaran.
Jika suatu tindak pidana termaksud dalam Pasal-pasal 61 dan 62 Peraturan Pemerintah ini dilakukan oleh pengusaha atau penanggung jawab, dalam hal mana pengusaha atau penanggung jawab merupakan suatu badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana dijatuhkan terhadap para anggota pengurusnya.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 65
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 18 Maret 1974
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
JENDERAL TNI.

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 18 Maret 1974
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUDHARMONO, SH.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1974 NOMOR 20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar